PERAN PENTING SINEMATOGRAFI DALAM PENDIDIKAN PADA ERA TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI
1.Hubungan antara
Sinematografi, Film (Cinema), dan Video sebagai Teknologi Audiovisual
Sinematografi
secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu; Kinema (gerak),
Photos (cahaya), Graphos (lukisan/ tulisan). Jadi sinematografi dapat
diartikan sebagai aktivitas melukis gerak dengan bantuan cahaya.
Menurut Kamus Ilmiah Serapan Bahasa Indonesia (Aka Kamarulzaman:
2005, 642) Sinematografi diartikan sebagai ilmu dan teknik pembuatan
film atau ilmu, teknik, dan seni pengambilan gambar film dengan
sinematograf.
Sinematograf itu sendiri bararti kamera untuk
pengambilan gambar atau shooting, dan alat yang digunakan untuk
memperoyeksikan gambar-gambar film. Sedangkan sinema (cinema)
diartikan sebagai gambar hidup, film, atau gedung bioskop.
Film (movie atau cinema) merupakan produk atau buah karya dari kegiatan sinematografi. Film sebagai karya sinematografi merupakan hasil perpaduan antara kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam penguasaan teknologi, olah seni, komunikasi, dan manajemen berorganisasi. Secara detail keempat kompetensi tersebut berikut ruang lingkupnya...
Film (movie atau cinema) merupakan produk atau buah karya dari kegiatan sinematografi. Film sebagai karya sinematografi merupakan hasil perpaduan antara kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam penguasaan teknologi, olah seni, komunikasi, dan manajemen berorganisasi. Secara detail keempat kompetensi tersebut berikut ruang lingkupnya...
Ruang
Lingkup Kompetensi dalam Sinematograf
.Kompetensi
Dan Ruang Lingkup
1.Teknologis yaitu Teknologi optik, mekanik, elektromagnetik, laser, hingga digital komputerized.
2.Olah seni yaitu Peran (dramatical), tata cahaya (warna), tata suara, tata rias, kostum, art desain indoor/ outdoor, dan sebagainya.
3.Berkomunikasi yaituTermasuk seluruh komponen komunikasi dan teknik penyampaiannya, khususnya lambang-lambang visual sebagai pesan utamanya.
4.Manajerial yaitu Organisasi dan komponennya, termasuk manajemen sumber daya manusia (SDM), manajemen anggaran, produksi, dan pemasaran.
Adapun
video dapat dimaknai sebagai salah satu dari sinematograf. Perbedaan
yang sangat mencolok adalah bahwa dalam perkembangan awalnya,
sinematograf hanya mampu merekam gambar geraknya saja tanpa suara,
adapun kamera video sudah mampu merekam gambar dan suara sekaligus.
Mengenai rincian teknologi video ini akan dijelaskan lebih lanjut
dalam pokok pembahasan selanjutnya.1.Teknologis yaitu Teknologi optik, mekanik, elektromagnetik, laser, hingga digital komputerized.
2.Olah seni yaitu Peran (dramatical), tata cahaya (warna), tata suara, tata rias, kostum, art desain indoor/ outdoor, dan sebagainya.
3.Berkomunikasi yaituTermasuk seluruh komponen komunikasi dan teknik penyampaiannya, khususnya lambang-lambang visual sebagai pesan utamanya.
4.Manajerial yaitu Organisasi dan komponennya, termasuk manajemen sumber daya manusia (SDM), manajemen anggaran, produksi, dan pemasaran.
Berdasarkan uraian singkat di
atas, dapat dikatakan bahwa film, video, dan sinematografi merupakan
unsur sekaligus bentuk dari teknologi audiovisual.
2.
Unsur-unsur dalam Sinematografi
1.
Unsur Utama
Unsur utama terdiri dari visual gerak, audio, dan
jalan cerita.
a.
Visual gerak, berupa lambang-lambang komunikasi visual yang disajikan
dengan metode Fotografi yaitu ”tanpa cahaya, maka tak ada gambar”.
Bentuk komunikasi tersebut dapat berupa tampilan visual secara verbal
maupun non verbal yang mengandung nilai estetik, artistik, maupun
dramatik.
b.
Audio, seiring dengan perkembangan zaman, sinematografi merupakan
bentuk produk teknologi audiovisual pertama yang memadukan unsur
audio dan visual. Saat ini unsur audio berperan besar untuk
memperjelas maupun mempertegas pesan informasi maupun komunikasi yang
terkandung pada unsur visual sinematografi.
c.
Jalan Cerita, tidak seperti gambar diam yang dapat ditafsirkan
sendiri oleh yang melihatnya (satu gambar mewakili seribu kata),
suatu karya sinematografi relatif memiliki makna yang universal dari
berbagai penonton yang melihatnya.
Hal
ini ditunjukan melalui rangkaian gambar bergerak yang mengandung
urutan jalan cerita. Namun, jalan cerita juga terikat dan dibatasi
oleh keterbatasan waktu atau durasi film.
2.
Unsur Penunjang
Unsur penunjang Film dalam sinematografi antara lain seting, properti, dan efek.
Unsur penunjang Film dalam sinematografi antara lain seting, properti, dan efek.
a.
Seting, atau lingkungan tempat pengambilan gambar. Set adalah tata
ruangan yang menjadi obyek visual untuk tiap adegan. Merupakan unsur
penguat jalan cerita baik yang diambil secara alami maupun didesain
sedemikian rupa (buatan) sebagai bagian dari properti. Agar tidak
terjadi salah paham tentang ukuran, warna, riasan dan jumlah perabot
dalam sebuah set, konfirmasi ulang dengan sutradara dan penata
fotografi.
b.
Properti, meliputi kostum, tata rias, dan segala perlengkapan yang
diperlukan untuk lebih memberikan kesan alami maupun dramatis pada
cerita yang akan direkam melalui kamera atau di luar frame kamera,
termasuk segala peralatan dan perlengkapan produksi yang diperlukan.
c.
Efek, meliputi efek gambar, suara, cahaya, transisi waktu, hingga
spesial efek yang didesain secara animasi melalui program komputer
agar lebih memberikan kesan dramatis pada cerita
3.
Fungsi Film (dari segi isi pesannya)
Fungsi
sebuah film tidak terlepas dari sudut pandang siapa yang menilainya.
Masing-masing memiliki perspektif yang beragam, diantaranya:
1. Sudut Budayawan
- Film berfungsi sebagai produk budaya. Hal ini bisa dilihat dari teknik pembuatannya, penyajiannya, seting ceritanya, maupun konteks isinya.
- Film sebagai media komunikasi massa. Merupakan media yang efektif secara massal untuk menyampaikan tujuan dan nilai tertentu.
1. Sudut Budayawan
- Film berfungsi sebagai produk budaya. Hal ini bisa dilihat dari teknik pembuatannya, penyajiannya, seting ceritanya, maupun konteks isinya.
- Film sebagai media komunikasi massa. Merupakan media yang efektif secara massal untuk menyampaikan tujuan dan nilai tertentu.
2.
Sudut Pengusaha
- Film sebagai komoditas. Baik sebagai penghasilan
individu, institusi, hingga menjadi pemasukan atau pendapatan suatu
negara.
- Sebagai Produk/ Jasa Penjualan dan Penyewaan. Baik dari proses produksi, hingga distribusi pemasaran produk film jadi.
3.
Sudut Pemerintah- Sebagai Produk/ Jasa Penjualan dan Penyewaan. Baik dari proses produksi, hingga distribusi pemasaran produk film jadi.
- Film sebagai sarana penyampai informasi,
terkait dengan regulasi maupun deregulasi aturan kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah.
- Sebagai sarana propaganda termasuk agenda politik kekuasaan.
4. Sudut Seniman Film
- Film sebagai media aspirasi masyarakat. Film merupakan media komunikasi satu arah yang bisa dimanfaatkan oleh siapapun baik secara top down maupun boton up yang biasanya berisi kritik sosial maupun kritik atas kebijakan pemerintah.
- Media aktualisasi & ekspresi seni. Film merupakan wahana yang paling bernilai eksklusif bagi sebagian besar artis untuk beraktualisasi sekaligus mengekspresikan segala potensi yang dimilikinya.
5. Sudut Masyarakat
- Sebagai sumber informasi. Baik untuk tujuan pendidikan atau penerangan sekaligus hiburan bagi masyarakat. Saat ini, hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mengandalkan media audiovisual (TV) sebagai sumber informasi utama karena sifatnya yang murah meriah.
- Sebagai sarana propaganda termasuk agenda politik kekuasaan.
4. Sudut Seniman Film
- Film sebagai media aspirasi masyarakat. Film merupakan media komunikasi satu arah yang bisa dimanfaatkan oleh siapapun baik secara top down maupun boton up yang biasanya berisi kritik sosial maupun kritik atas kebijakan pemerintah.
- Media aktualisasi & ekspresi seni. Film merupakan wahana yang paling bernilai eksklusif bagi sebagian besar artis untuk beraktualisasi sekaligus mengekspresikan segala potensi yang dimilikinya.
5. Sudut Masyarakat
- Sebagai sumber informasi. Baik untuk tujuan pendidikan atau penerangan sekaligus hiburan bagi masyarakat. Saat ini, hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mengandalkan media audiovisual (TV) sebagai sumber informasi utama karena sifatnya yang murah meriah.
-
Wahana berkumpulnya keluarga. Film sebagai wahana hiburan maupun
sumber informasi keluarga, masih menjadi sarana perekat (hubungan
silaturahim) yang efektif antar anggota keluarga meskipun pada kasus
tertentu justru dapat terjadi sebaliknya.
4.
Jenis-jenis Film
Jenis
atau genre film antara lain dapat dilihat dari segi isinya, target
penonton, tokoh pemerannya, dan durasi waktu tayangannya.
1. Dari
isinya, genre film dibedakan menjadi film fiksi (cerita rekaan) dan
non fiksi (kisah nyata termasuk domentasi, news, dan gambar faktual).
Yang termasuk film non fiksi adalah film dokumenter. Film ini berisi
tentang alam, segala kehidupan flora, fauna maupun manusia yang
beragam. Sedangkan kelompok film fiksi mencakup drama, suspense atau
action, science fiction, horor dan film musikal. “Ada Apa Dengan
Cinta” termasuk film drama. Sekuel film “Terminator” dan “Die
hard” termasuk film action. “Crouching Tiger Hidden Dragon”
mewakili film action non barat sering disebut film silat. Film “Star
Wars” dan “Jurrasic Park” termasuk dalam science fiction.
“Jelangkung” termasuk film horor. “Petualangan Sherina”
termasuk film musikal.
2. Dari penonton yang ditargetkan, film dibedakan menjadi beberapa jenis: film anak, remaja, dewasa dan segala umur. “Petualangan Sherina” termasuk film anak-anak. “Ada Apa Dengan Cinta” termasuk film remaja. Kebanyakan film laga di bioskop dibuat untuk dewasa. “Harry Potter” dan “Lord of The Rings” dibuat untuk segala umur.
3. Dari segi pemerannya, film bisa dibedakan menjadi dua kelompok yaitu film yang ditokohkan secara animasi dan non animasi. Film animasi tidak hanya diperuntukan bagi anak-anak tapi bisa untuk segala usia.
4. Dari segi durasi, film bisa dikelompokkan menjadi film panjang dan film pendek. Film panjang biasanya berdurasi 60 menit atau lebih. Film pendek sesuai kesepakatan beberapa festival film berdurasi kurang dari 60 menit. Spot iklan, video klip, film pembelajaran (instruksional), film independent (indie film) termasuk dalam kategori film pendek karena durasinya kurang dari 40 menit.
2. Dari penonton yang ditargetkan, film dibedakan menjadi beberapa jenis: film anak, remaja, dewasa dan segala umur. “Petualangan Sherina” termasuk film anak-anak. “Ada Apa Dengan Cinta” termasuk film remaja. Kebanyakan film laga di bioskop dibuat untuk dewasa. “Harry Potter” dan “Lord of The Rings” dibuat untuk segala umur.
3. Dari segi pemerannya, film bisa dibedakan menjadi dua kelompok yaitu film yang ditokohkan secara animasi dan non animasi. Film animasi tidak hanya diperuntukan bagi anak-anak tapi bisa untuk segala usia.
4. Dari segi durasi, film bisa dikelompokkan menjadi film panjang dan film pendek. Film panjang biasanya berdurasi 60 menit atau lebih. Film pendek sesuai kesepakatan beberapa festival film berdurasi kurang dari 60 menit. Spot iklan, video klip, film pembelajaran (instruksional), film independent (indie film) termasuk dalam kategori film pendek karena durasinya kurang dari 40 menit.
5.
Sejarah Teknologi Perekaman Audiovisual
1.
Teknologi Film Seluloide
A.Th.
1864 film masih merupakan embrio. Film sebagai embrio merupakan
gabungan dari penemuan: teknologi mekanik, kimia, dan optik (lensa
photografi). Para pelopornya antara lain; Louis Ducos du Houron,
Leonardo da Vinci, Thomas Alfa Edison
B.Thomas
Alfa Edison berhasil menciptakan sebuah alat kinetoscope atau kotak
berisi rangkaian gambar bergerak yang cara pengoperasiannya dengan
mengintip melalui lubang kecil pada salah satu sisinya.
C.Tanggal
28 Desember 1895 pertama kali di dunia puluhan orang berada dalam
satu ruangan guna menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar
lebar. Lumiere bersaudara menyewa Grand Cafe sebuah ruangan bilyard
tua di bawah tanah di Boulevard Des Capucines Paris yang kemudian
dikenal sebagai ruang bioskop pertama di dunia.
D.
Gedung Bioscope I di Amerika disebut Nickel-odeon. Artinya (5 sen
dolar – Arena pertunjukan). Th. 1907 Leede Forest menemukan Audion
(tabung triode elektron) sebagai pelengkap peralatan proyektor.
E.
Th. 1926 Film berwarna (bisu) pertama berjudul Black Pirate dengan
sistem technicolour-trademark. Dalam era film bisu, pertunjukan film
umumnya diiringi musik
secara
langsung (live music performance). Jadi sebenarnya film itu disajikan
dengan suara, tidak sepenuhnya hening.
F.
Th. 1927 dibuat film bersuara (backsound) berjudul “Don Juan”.
Film real audio pertama berjudul “The Jazz Singer” (Sutradara:
Alan Crosland, 1927, hitam putih) dengan pemeran Al Johnson sutrada
Alan Crosland. Inilah film pertama di dunia yang menyajikan secara
lengkap musik, dialog dan nyanyian.
G.
Film cerita panjang pertama di dunia yang dibuat dengan sistem
Technicolor adalah Black Pirate (Sutradara: Albert Parker, 1928,
bisu) Technocolor kemudian berkembang menjadi merk dagang dan
digunakan sebagian besar film berwarna sesudahnya. Dalam tahun
1920-1930 an film “bicara” belum tentu berwarna dan sebaliknya.
H.Film
“bicara” pertama di Indonesia adalah “Terpakasa Menikah”
(Sutradara, Penanata Fotografi dan Suara: G. Krugners, 1932). Film
itu dipromosikan sebagai berikut: “100% bitjara dan njanji, lebih
terang, bagoes, kocak dan ramai dari Njai Dasima.....”
I.
Tahun 1952 menandai awal produksi film berwarna pertama di Indonesia
Rodrigo de Villa (Sutradara Gregorio Fernandez, Rempo Urip)
seluruhnya dikerjakan di Studio LVN Manila Filipina. Mulai tahun 1968
baru muncul “musim warna” dalam produksi film Indonesia, semua
film diproduksi dengan full color hingga sekarang.
2.
Era Teknologi Video
Teknologi produksi film telah berkembang pesat
hingga saat ini. Ditemukannya pita video tahun 1970-an telah
mengungguli film dari segi kemudahan pembuatan (biaya produksi)
sekaligus penyajiannya. Video dapat merekam gambar dan suara
sekaligus, sedangkan film seluloide hanya dapat merekam gambar. Untuk
merekam suara pada film seluloide digunakan medium rekam lain semisal
DAT (digital audio tape) secara terpisah.
Kelebihan lainnya adalah bobot kamera video yang relatif lebih ringan dan mudah dioperasikan. Orang tidak harus mahir mengoperasikan kamera film atau kamera video profesional (yang besar dan berat). Saat ini, hanya dengan kamera handycam sebuah produk film bisa dengan mudah diciptakan.
Ada tiga jenis kamera video sebagai alat perekam. Masing-masing tipe menggunakan bahan perekam
yang berbasis pita (kaset) video dengan kualitas yang berbeda, yaitu Jenis Kamera Video, kaset, dan konversi gambar yang dihasilkan
3.
Era Teknologi DigitalKelebihan lainnya adalah bobot kamera video yang relatif lebih ringan dan mudah dioperasikan. Orang tidak harus mahir mengoperasikan kamera film atau kamera video profesional (yang besar dan berat). Saat ini, hanya dengan kamera handycam sebuah produk film bisa dengan mudah diciptakan.
Ada tiga jenis kamera video sebagai alat perekam. Masing-masing tipe menggunakan bahan perekam
yang berbasis pita (kaset) video dengan kualitas yang berbeda, yaitu Jenis Kamera Video, kaset, dan konversi gambar yang dihasilkan
Pada saat ini hampir semua produk media
elektronik sudah menggunakan sistem teknologi digital, demikian
halnya dengan produk kamera video. Digitalisasi kamera video yaitu
proses mengubah sinyal gambar yang ditangkap lensa menjadi kode
binner (pasangan angka 0 dan 1 yang membangun sistem komputer seluruh
dunia). Bahan perekam film yang digunakan tidak lagi menggunakan pita
kaset video tapi sudah dalam bentuk piringan cakram optik dalam
format CD, DVD, atau dalam bentuk stick/ disk memory hingga hardisk.
Format file out put video yang dihasilkan tidak hanya dalam bentuk
.avi dan .dat, tapi sudah berkembang secara variatif diantaranya
.mpg1, .mpg2, .mov, .flv, dan sebagainya.
Pada
era digital ini, proses pengambilan (perekaman) gambar dan suara
video tidak selalu menggunakan kamera video shooting tapi cukup
melalui pesawat handpone atau digital kamera photo yang memiliki
fasilitas kamera video, juga bisa menggunakan kamera web (webcam),
kamera tersembunyi (hidden camera) dalam bentuk kamera CCTV, kancing
baju, bollpoint, bross, dan sebagainya. Berikut ini tabel jenis alat
dan bahan perekam digital video serta variasi format file video yang
dihasilkannya:
Jenis
Alat Perekam Digital Video, bahan, dan format out putnya
6.
Bentuk Penyajian Teknologi Audiovisual
Pada
saat ini, ada tiga bentuk penyajian teknologi audiovisual. Ketiga
bentuk penyajian tersebut merupakan aplikasi dan hasil pengembangan
dari sinematografi. Meski demikian, secara teknis pembuatannya ada
yang sudah tidak lagi menggunakan alat sinematograf atau kamera
shooting. Ketiga bentuk penyajian itu yakni penyajian secara linier
atau non interaktif, semi interaktif, dan penyajian non linier atau
interaktif.
Pertama, penyajian yang linier atau non interaktif
memiliki ciri yaitu film atau video hanya ditayangkan dari awal
hingga akhir tanpa intervensi apapun dari audience. Penyajian ini
memposisikan audience sebagai penonton yang pasif. Contohnya:
tayangan di bioskop maupun televisi.
Kedua
adalah penyajian yang semi interaktif yaitu film atau video yang
ditayangkan dengan campur tangan audience. Namun demikian,
intervensinya masih sangat terbatas antara lain baru sebatas
pengontrolan volume suara, penghentian sementara (pause), dan
pencarian bagian adegan tertentu dalam suatu tayangan film atau video
melalui menu atau tombol stoped, rewind, fast, dan sebagainya pada
player. Contohnya: tayangan video dengan berbagai format pada player
VCD, DVD, maupun PC (personal computer).
Ketiga, penyajian yang interaktif atau non linier. Di mana audience tidak lagi berposisi sebagai penonton tapi sudah menjadi user (pengguna). Pada bentuk ini, user bisa mengintervensi secara lebih luas selama film atau video tersebut ditayangkan atau dijalankan. User dapat memilih atau mengatur karakter tokoh dalam tayangan tersebut sesuka hatinya. Bahkan, user bebas memilih dan mengatur asesoris tokoh, seting, hingga memodifikasi jalan ceritanya. Penyajian ini banyak ditayangkan dalam bentuk videogame dengan piranti PC, Handpone (HP), maupun playstation (PS). Format video yang terbaca secara digital untuk videogame ini berupa MP4,MP5, dan sebagainya.
Ketiga, penyajian yang interaktif atau non linier. Di mana audience tidak lagi berposisi sebagai penonton tapi sudah menjadi user (pengguna). Pada bentuk ini, user bisa mengintervensi secara lebih luas selama film atau video tersebut ditayangkan atau dijalankan. User dapat memilih atau mengatur karakter tokoh dalam tayangan tersebut sesuka hatinya. Bahkan, user bebas memilih dan mengatur asesoris tokoh, seting, hingga memodifikasi jalan ceritanya. Penyajian ini banyak ditayangkan dalam bentuk videogame dengan piranti PC, Handpone (HP), maupun playstation (PS). Format video yang terbaca secara digital untuk videogame ini berupa MP4,MP5, dan sebagainya.
7.
Implementasi Sinematografi dalam Teknologi Pembelajaran
Sinematografi
sebagai suatu disiplin ilmu terapan nampaknya tidak perlu disangsikan
lagi. Eksistensinya justru semakin terlihat pada era digital
multimedia saat ini.
Dalam bahasa yang sama, penulis sering menyampaikan bahwa meskipun secara harfiah sinematografi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang teknik atau seni dalam pengambilan gambar gerak (pembuatan film), namun itu tidak berhenti pada hal-hal yang bersifat teknis saja. Lebih dari itu, dalam sinematografi dijelaskan dasar filosofis mengapa suatu teknik pengambilan gambar tertentu harus di ambil? bagaimana metodenya? Dan untuk kepentingan apa? Karakter keilmuan inilah yang menjadi salah satu alasan dimasukannya sinematografi dalam kurikulum Program Studi Teknologi Pendidikan (TP) jenjang S1 di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY hingga saat ini.
Dengan memahami apalagi mampu menguasai keterampilan sinematografis, peluang seseorang untuk mengembangkan karirnya di bidang teknologi pendidikan atau pembelajaran akan semakin terbuka lebar. Secara praktis, hampir semua pengembangan media audiovisual baik dalam bentuk media massa elektronik hingga multimedia pembelajaran individu bertumpu pada kompetensi maupun skill sinematografis sebagai dasar pijakannya di samping kemampuan komputer dasar dan desain grafis saat ini.
Persoalan yang mungkin muncul adalah apakah ketiga kajian ilmu terapan tersebut akan terus mampu menjadi satu sinergitas yang saling mendukung ataukah salah satu dari ketiganya menjadi pesaing atau bidang kajian yang harus diperebutkan atas lainnya? Bisa jadi kekhawatiran ini akan teratasi bila ketiganya ditempatkan dalam sequence kurikulum yang sama yaitu sama-sama sebagai materi kuliah keahlian dasar yang harus dimiliki oleh mahasiswa bukan dipisahkan atas nama “konsentrasi”.
Bisa saja tanpa menggunakan kamera, seorang desain grafis (animasi) mampu membuat atau merekam karakter dan tokoh animasinya serta seting dan layout grafis dengan baik namun karena tidak memiliki pemahaman dan keterampilan sinematografis akan sulit untuk menentukan jalan cerita film animasi tersebut. Belum lagi untuk mengoptimalkan estetika tampilan animasi yang ada, baik fariasi penggunaan berbagai angle atau sudut pandang, posisi in atau out of focus, tilt up maupun tilt down tampilan objek visual dalam frame yang mana hal itu bisa didapatkan melalui sinematografi.
Singkatnya, kemampuan sinematografis tidak hanya diperlukan oleh orang yang akan mengembangkan produk media dalam bentuk film atau video saja tapi juga dibutuhkan oleh orang yang akan mengembangkan produk multimedia berbasis komputer secara lebih optimal. Hal ini telah terjadi pada produk-produk multimedia yang ada saat ini baik dalam bentuk film animasi, video game entertainment, maupun video game untuk pembelajaran.
Saat ini, melalui keahlian dasar sinematografis masih terus terbuka lebar peluang untuk mengembangkan produk-produk Teknologi Pendidikan (TP) baik film atau video pembelajaran dengan berbagai bentuk dan format penyajian sebagaimana telah diuraikan di atas. Tentu sebagai ciri khas atau karakter dari hasil karyanya, produk TP perlu terus memperhatikan kaidah atau prinsip pembelajaran, tujuan pembelajaran, karakteristik calon penonton atau user-nya dan kondisi sarana prasarana pembelajaran yang akan diterapkan.
Dalam bahasa yang sama, penulis sering menyampaikan bahwa meskipun secara harfiah sinematografi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang teknik atau seni dalam pengambilan gambar gerak (pembuatan film), namun itu tidak berhenti pada hal-hal yang bersifat teknis saja. Lebih dari itu, dalam sinematografi dijelaskan dasar filosofis mengapa suatu teknik pengambilan gambar tertentu harus di ambil? bagaimana metodenya? Dan untuk kepentingan apa? Karakter keilmuan inilah yang menjadi salah satu alasan dimasukannya sinematografi dalam kurikulum Program Studi Teknologi Pendidikan (TP) jenjang S1 di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY hingga saat ini.
Dengan memahami apalagi mampu menguasai keterampilan sinematografis, peluang seseorang untuk mengembangkan karirnya di bidang teknologi pendidikan atau pembelajaran akan semakin terbuka lebar. Secara praktis, hampir semua pengembangan media audiovisual baik dalam bentuk media massa elektronik hingga multimedia pembelajaran individu bertumpu pada kompetensi maupun skill sinematografis sebagai dasar pijakannya di samping kemampuan komputer dasar dan desain grafis saat ini.
Persoalan yang mungkin muncul adalah apakah ketiga kajian ilmu terapan tersebut akan terus mampu menjadi satu sinergitas yang saling mendukung ataukah salah satu dari ketiganya menjadi pesaing atau bidang kajian yang harus diperebutkan atas lainnya? Bisa jadi kekhawatiran ini akan teratasi bila ketiganya ditempatkan dalam sequence kurikulum yang sama yaitu sama-sama sebagai materi kuliah keahlian dasar yang harus dimiliki oleh mahasiswa bukan dipisahkan atas nama “konsentrasi”.
Bisa saja tanpa menggunakan kamera, seorang desain grafis (animasi) mampu membuat atau merekam karakter dan tokoh animasinya serta seting dan layout grafis dengan baik namun karena tidak memiliki pemahaman dan keterampilan sinematografis akan sulit untuk menentukan jalan cerita film animasi tersebut. Belum lagi untuk mengoptimalkan estetika tampilan animasi yang ada, baik fariasi penggunaan berbagai angle atau sudut pandang, posisi in atau out of focus, tilt up maupun tilt down tampilan objek visual dalam frame yang mana hal itu bisa didapatkan melalui sinematografi.
Singkatnya, kemampuan sinematografis tidak hanya diperlukan oleh orang yang akan mengembangkan produk media dalam bentuk film atau video saja tapi juga dibutuhkan oleh orang yang akan mengembangkan produk multimedia berbasis komputer secara lebih optimal. Hal ini telah terjadi pada produk-produk multimedia yang ada saat ini baik dalam bentuk film animasi, video game entertainment, maupun video game untuk pembelajaran.
Saat ini, melalui keahlian dasar sinematografis masih terus terbuka lebar peluang untuk mengembangkan produk-produk Teknologi Pendidikan (TP) baik film atau video pembelajaran dengan berbagai bentuk dan format penyajian sebagaimana telah diuraikan di atas. Tentu sebagai ciri khas atau karakter dari hasil karyanya, produk TP perlu terus memperhatikan kaidah atau prinsip pembelajaran, tujuan pembelajaran, karakteristik calon penonton atau user-nya dan kondisi sarana prasarana pembelajaran yang akan diterapkan.
SEKIAN